Jakarta – Sekitar 71,4% perusahaan terafiliasi dengan Jepang di Indonesia diharapkan “profitable” dalam hal pendapatan operasional pada tahun 2023. Ini merupakan persentase profitable tertinggi dari perusahaan-perusahaan Jepang di ASEAN.
Hal tersebut merupakan hasil Survei Kondisi Bisnis Perusahaan-Perusahaan Jepang tahun 2023 yang dilakukan oleh Japan External Trade Organization (JETRO).
Selain itu, sebanyak 42,1% perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia menjawab bahwa perkiraan laba operasional pada tahun 2023 meningkat bila dibandingkan dengan survei tahun 2022.
“Hal ini didorong oleh banyak perusahaan yang menyatakan adanya peningkatan demand dari pasar domestik,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Senin (18/3).
Sebelumnya, Febri mendampingi Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima pemaparan dari President Director JETRO Jakarta, Mr. Takahashi Masakazu mengenai hasil survei tahun 2023 tersebut.
Dengan kondisi bisnis Indonesia yang positif, sekitar separuh perusahaan Jepang di Indonesia yang disurvei menyatakan keinginan untuk berekspansi bisnis dalam satu hingga dua tahun ke depan.
Hasil survei menunjukkan, persentase ekspansi bisnis terus meningkat setelah era Covid-19, berbeda dengan kondisi di China yang terus menurun ekspansinya pada periode yang sama.
Sekitar 49.5% perusahaan Jepang di Indonesia merespons survei dengan menyatakan akan melakukan ekspansi. Persentase tersebut meningkat 1,7 poin dari survei tahun 2022.
“Sebagai tambahan, hanya sekitar 4,2% perusahaan responden yang menyatakan akan melakukan pengurangan kapasitas maupun relokasi ke negara lain,” imbuh Febri.
Ekspansi kebutuhan pasar domestik merupakan alasan utama perusahaan melakukan ekspansi bisnis.
JETRO menyampaikan, ekspektasi atas ekspansi kebutuhan pasar domestik di Indonesia lebih tinggi daripada ASEAN secara keseluruhan.
Perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia memandang beberapa faktor sebagai keuntungan berbisnis di Indonesia, antara lain ukuran pasar serta potensi pertumbuhan, biaya upah yang rendah, kemudahan rekrutmen staf lokal, kluster industri lokal yang dibentuk oleh perusahaan klien, serta stabilitas politik dan sosial.
“Sedangkan beberapa hal yang masih dianggap sebagai faktor risiko teratas adalah meningkatnya labor cost, manajemen kebijakan dari pemerintah daerah yang kurang jelas, prosedur perpajakan yang menghabiskan waktu, sistem operasi hukum yang belum berkembang dan kurang jelas, serta prosedur administratif yang juga memakan waktu,” papar Febri.
Transformasi menuju Industri 4.0 juga tak luput dari fokus perusahaan Jepang di Indonesia. Sekitar 30% perusahaan menyatakan telah mengimplementasikan automasi di lini produksi, dan 70% dari perusahaan yang disurvei tertarik untuk melakukannya.
Delapan puluh persen perusahaan menyatakan advancement of production lines and technologies dan peningkatan upah pekerja menjadi latar belakang melakukan automasi di Indonesia.
Sementara itu, lebih dari 70% perusahaan menyatakan telah mengimplementasikan atau mempertimbangkan inisiatif dekarbonisasi.
Sebanyak 44,3% perusahaan menyatakan telah melakukan upaya dekarbonisasi, seperti pengurangan emisi Gas Rumah Kaca. Jumlah ini meningkat 8,6 persen dari survei tahun sebelumnya.
Febri menambahkan, optimisme perusahaan yang beroperasi di Indonesia menunjukkan bahwa ekonomi nasional saat ini masih cukup tangguh. Penguatan ekonomi sejalan dengan kinerja positif dari industri manufaktur yang menjadi kontributor paling besar terhadap PDB nasional.
“Kondisi inipun dirasakan oleh para pelaku industri yang beraktivitas di Indonesia. Kemenperin terus mendukung perusahaan manufaktur untuk mengembangkan bisnisnya dengan mengusahakan kebijakan-kebijakan yang strategis,” jelasnya.
Survei Kondisi Bisnis Perusahaan-Perusahaan Jepang bertujuan untuk memahami aktivitas bisnis terkini dari perusahaan terafiliasi dengan Jepang yang beroperasi di Asia dan Oceania.
President Director JETRO Jakarta, Mr. Takahashi Masakazu menyampaikan, terdapat beberapa aktivitas yang dijalankan oleh JETRO untuk mendukung bisnis perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia.
Salah satunya adalah dengan menggelar seminar terkait sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bersama PT. Sucofindo.
“Fokus dari kegiatan utama ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai konsep penghitungan TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) kepada perusahaan agar dapat meningkatkan nilai TKDN produknya,” jelas Mr. Takahashi.