Jakarta – Posko Bersama Pengaduan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi pelaku UMKM yang merupakan hasil sinergi antara Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) dengan stakeholder terkait menunjukkan sejumlah temuan di antaranya masih banyak aduan terkait kendala pada agunan.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Yulius dalam konferensi pers tentang “Persoalan Akses KUR Bagi UMKM Berbasis Pengaduan Posko Bersama,” yang digelar oleh Ombudsman RI di Jakarta, Senin (02/10).
Yulius mengungkapkan, aduan terkait perbankan yang masih meminta agunan pada pelaku UMKM yang meminjam di bawah Rp100 juta masih banyak ditemukan.
“Padahal pada Permenko Bidang Perekonomian Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR sudah jelas disebutkan bahwa agunan tambahan tidak diberlakukan bagi KUR dengan plafon pinjaman sampai dengan Rp100 juta,” ujarnya.
Yulius menambahkan, penyalur KUR yang meminta agunan tambahan dengan plafon sampai dengan Rp100 juta, akan dikenakan sanksi berupa subsidi marjin KUR tidak dibayarkan atau pengembalian subsidi bunga yang telah dibayarkan.
“Untuk kendala pada agunan yang masuk pada hotline kami, sudah kami sampaikan langsung kepada bank penyalur,” kata Yulius.
Permasalahan agunan tersebut, juga menjadi perhatian MenKopUKM Teten Masduki. Menurutnya, perlu adanya metode credit scoring sebagai pengganti agunan agar UMKM dapat mengakses pembiayaan, khususnya KUR dengan lebih mudah.
“Pembiayaan oleh perbankan harus ada inovasi, karena ternyata di 145 negara lain sudah menerapkan metode credit scoring. Yakni bukan aset lagi yang dijadikan jaminan, tetapi track record digital mengenai kesehatan usaha yang menjadi penilaian,” ungkap Menteri Teten.
Selain masalah pada agunan, Yulius juga menyebutkan, dari 71 aduan yang masuk pada hotline KemenKopUKM, mayoritas menanyakan tentang Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga sosialisasi yang dirasa belum optimal.
Padahal, menurut Yulius, KUR seharusnya menjadi pemecah persoalan pembiayaan bagi pelaku UMKM, terutama bagi mereka yang tidak memiliki dana yang cukup. Sehingga diharapkan masyarakat dapat mengoptimalkan akses KUR agar mampu mendorong daya saing usahanya.
Pada 2023, plafon KUR sebesar Rp297 triliun, di mana sampai dengan 30 September 2023 sudah tersalurkan sebesar 59,17 persen, yakni sejumlah Rp175,73 triliun.
“Untuk suku bunga KUR bagi ultra mikro dengan plafon maksimal Rp10 juta ditetapkan sebesar 3 persen, sedangkan bagi KUR Mikro dan KUR Kecil tetap sebesar 6 persen untuk debitur KUR baru,” kata Yulius.
Pada kesempatan yang sama, anggota Ombudsman RI Dadan S Suharmawijaya menyatakan, dari total 80 konsultasi masyarakat dan 18 pelaporan, 53 persen di antaranya mengadukan terkait dengan persoalan agunan.
“Kalau untuk UMKM peminjam yang dimintai agunan sudah selesai dengan regulasi yang ada, dari pihak perbankan juga sudah mengembalikan,” kata Dadan.
Sedangkan menurut Dadan, terkait dengan permintaan informasi, 43 persen masyarakat masih menanyakan terkait tata cara pengajuan KUR, sehingga diperlukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat.
Melalui posko tersebut, pihaknya juga menemukan keluhan tentang adanya masyarakat yang keberatan dengan adanya SLIK OJK yang dijadikan indikator penerimaan atau penolakan pengajuan KUR.
“Perlu skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR, sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkannya KUR,” ujar Dadan.
Dadan menambahkan, posko yang telah dibuka dalam kurun waktu 20 hari tersebut, meskipun terbilang singkat namun poinnya adalah ingin memotret bagaimana pelaksanaan program KUR bagi UMKM.
“Kami juga berharap agar di luar posko ini segala permasalahan yang ada bisa tetap ditindaklanjuti,” ucap Dadan.