Jakarta – Pertumbuhan industri asuransi di Tanah Air pasca pandemi Covid-19 cukup menunjukkan hasil yang positif. Hingga Maret 2022, aset total industri keuangan nonperbankan tersebut mencapai Rp1.637 triliun atau tumbuh 12,9 % dari tahun sebelumnya.
Sejalan dengan industri asuransi, dana pensiun juga menunjukkan progres yang positif, yakni memiliki total aset bersih senilai Rp329 triliun atau tumbuh 6% dari tahun sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Destry Damayanti, Senior Deputy Governor of Bank Indonesia, dalam pidato sambutannya di acara IFG International Conference 2022, Selasa, 31 Mei 2022.
Menurutnya, Indonesia masih memerlukan pasar keuangan yang kuat agar menjadi negara maju. Pasar keuangan yang kuat akan mampu menjaga stabilitas rupiah, sehingga berdampak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sejauh ini, penetrasi asuransi terbilang meningkat, yakni mulai dari 1,9% pada tahun 2019 menjadi 3,2% pada 2022. Sedangkan penetrasi dana pensiunan cukup stabil yaitu sebanyak 6% dan diproyeksi akan naik seiring perkembangan teknologi digital melalui program insurtech.
“Indonesia memiliki potensi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan menjadi negara maju. Upaya yang harus dilakukan misalnya lewat percepatan pasar finansial yang efisien dan inklusif,” kata Destry.
Advisor Departemen Pengawasan Khusus Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumarjono mengatakan, upaya memperkuat industri asuransi dan dana pensiun merupakan tanggung jawab bersama.
Ia menjelaskan, Indonesia dan negara G20 berkomitmen dalam menciptakan sistem keuangan yang kuat, industri yang bisa mendukung upaya-upaya dunia dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim, serta usaha-usaha meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat.
Perkembangan teknologi digital juga membawa risiko, misalnya faktor keamanan yang memang menjadi isu penting saat bertransaksi. Bahkan, ke depan akan ada tren bahwa semua transaksi akan beralih secara digital, sehingga seluruh masyarakat memerlukan literasi yang memadai.
“Isu literasi keuangan ini masih menjadi tantangan bagi kita semua. Berdasarkan survey per tiga tahun yang dilakukan OJK, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada tahun 2019 mencapai 38,01% atau naik dari tahun 2016 sebelumnya sebesar 29,7%,” kata Sumarjono.
Dalam sesi pertama konferensi, Adam Nettheim, CSC’s Executive Manager, Customer Operations Commonwealth Supperannuation Corporation Australia mengatakan, beberapa hal yang perlu dilakukan agar industri asuransi dan dana pensiun terus tumbuh antara lain, dukungan pemerintah berupa kewajiban iuran wajib dana pensiun semisal 3% dari gaji untuk para pekerja, menjaga keberlangsungan kompetisi antara para pengelola dana, serta kemudahan masyarakat untuk merasakan manfaat investasi dana.
“Kami terus berupaya membangun pengetahuan mengenai dana pensiun, karena warga misalnya usia 25 tahun sulit akan mengerti tentang dana pensiun,” ujar dia.
Lau Chin Cing, Director of Financial Development and Innovation Central Bank Malaysia mengatakan, pemerintah dan pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan pasar keuangan di Negeri Jiran. Salah satu terobosan yang sedang dilakukan baru-baru ini yaitu memperkenalkan cetak biru (blueprint) sektor keuangan dengan jangka lima tahun.
Kebijakan Bank Sentral Malaysia tidak lagi menerapkan blueprint dengan jangka waktu 10 tahun lantaran menghindari banyaknya spekulasi mengingat risiko perubahan-perubahan di pasar global dan domestik.
Menurut Lau Chin, pihaknya berharap dengan blueprint anyar ini akan dapat menjaring lebih banyak mitra baik dari pemerintah maupun swasta.
Adapun beberapa kebijakannya antara lain, meluncurkan program mikro asuransi umum semisal risiko cyber, lebih fokus bidang digitalisasi sebagai upaya untuk menyambut perantara digital seiring perkembangan industri asuransi pascapandemi Covid-19, serta memberikan lebih banyak akses untuk para peserta pemegang asuransi digital.
“Sekarang ini, kami masih memiliki struktur yang baik di Malaysia, proses klaim akan lebih efisien dengan digitalisasi,” ujar Lau Chin Cing.
Menurut Senior Executive Vice President (SEVP) IFG Progress, Reza Siregar, sebagai lembaga “think tank” holding IFG, IFG Progress berkomitmen memperkuat literasi keuangan dan lembaga ini diharapkan dapat memberikan inovasi lain dalam memajukan perekonomian, khususnya pada industri jasa keuangan.
IFG Progress juga memiliki harapan untuk membuat pemikiran-pemikiran dalam bentuk primary research dan secondary research terkait isu-isu yang mengemuka di industri jasa keuangan.
“Forum diskusi dari IFG International Conference 2022 diharapkan dapat mendapatkan perspektif baru dan pemikiran dari para akademisi, lembaga think tank, pemerintah, pelaku industri terkait pada seputar isu asuransi dan dana pensiun,” ucap Reza.