Jakarta – Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai (KPU BC) Tipe A Tanjung Priok melakukan pelelangan ribuan tekstil dan produk tekstil (TPT) impor ilegal yang terdiri dari kain tenun warna, kain tenun printing, pakaian jadi, dan alas kaki.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil Syauqi mengatakan bahwa pelelangan hasil tangkapan impor tekstil yang dilakukan Bea Cukai merupakan bukti bahwa pemerintah sengaja membiarkan produk impor merajalela di pasar domestik.
Hasil pelelangan ini akan masuk ke pasar domestik sehingga produk lelang ini akan dikonsumsi sebagai masyarakat.
“Orang-orang yang akan membeli hasil lelang ini tentunya untuk kepentingan dagang. Sehingga konsumsi dalam negeri akan dipenuhi oleh impor. Ini bukti bahwa pemerintah melegalisasi importasi tekstil ilegal dan tidak berpihak kepada industri didalam negeri,” ujar Aqil, Rabu (4/10).
Dirinya menambahkan, utilisasi industri TPT sekarang sudah dibawah 60%. Bahkan, permintaan pesanan dalam negeri pada industri TPT bersifat short term dalam hitungan 2-3 harian sehingga banyak perusahaan yang mulai menghentikan mesinnya.
“Beberapa perusahaan sudah memberhentikan mesinnya. Ordernya hanya 2-3 hari saja untuk sekarang. Hal ini karena produk impornya sudah mendominasi pasar domestik,” terangnya.
Aqil mengungkapkan, harga lelang yang dilakukan oleh KPU BC Tipe A Tanjung Priok sangatlah murah jika dibandingkan dengan penerimaan negara oleh safeguard kain. Perbedaan harganya mencapai 8% lebih rendah.
Diketahui bahwa safeguard kain telah habis masa berlakunya pada 8 November 2022. Hasil rekomendasi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sudah mendapatkan persetujuan dan sekarang sudah berada di Kementerian Keuangan.
“Jumlah barang yang dilelang dengan kategori kain warna yakni 21,400 yard. Jika dijadikan meter maka menjadi 19,568 meter. Asumsikan safeguard kain dengan harga Rp 5.512/meter. Maka nilai safeguardnya sekitar Rp107 juta. Sedangkan nilai pelelangan berdasarkan nilai limit ditambah sewa gudang menjadi Rp 94 juta. Selisihnya 8% lebih murah jika dibandingkan,” hitung Aqil.
Dia memberikan solusi agar pemerintah segera menerbitkan perpanjangan safeguard kain. Dengan safeguard kain maka akan menaikan pendapatan negara melalui bea masuk tambahan.
“Jika tujuan pelelangan ini adalah untuk pendapatan negara, maka trade remedies lebih menguntungkan. Selain mendapatkan keuntungan bagi negara, industri dalam negeri dan masyarakat juga akan merasakan manfaatnya. Pasar domestik terjaga dari produk impor dan masyarakat terjamin akan produk yang higienis” ujarnya.
Aqil juga menegaskan bahwa pelelangan ini bersifat tidak wajar. Seharusnya Bea Cukai melakukan re-ekspor ke Afrika dengan biaya re-ekspor yang diambil dari importirnya. Dengan beredarnya barang sitaan dengan harga murah akan membuat industri dalam negeri semakin terpuruk.
“Penjualan lagi sulit karena produk impor semakin banyak. Jika Bea Cukai ingin membantu industri dalam negeri maka harus ditingkatkan lagi pengawasan barang masuk, bukan dengan mengizinkan barang impor masuk ke pasar domestik dan dikonsumsi didalam negeri. Dalam laporan Bea Cukai juga bahwa limbah tekstil juga masuk kedalam pelelangan. Ini membuktikan bahwa pemerintah melakukan pembiaran. Sebaiknya barang sitaan ini di re-ekspor dengan melibatkan importirnya atau pemenang lelang wajib mengekspor barang-barang tersebut,” tegas Aqil.