Jurnalindustry.com – Jakarta – Reformasi Birokrasi di kalangan pemerintahan merupakan faktor penting dalam pembangunan sektor industri manufaktur nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyadari bahwa birokrasi yang sehat merupakan modal untuk menjalankan tugas dalam mendukung pertumbuhan sektor industri.
Sepanjang tahun 2023, Kemenperin mampu meningkatkan indeks Reformasi Birokrasi menjadi 80,01 dan meraih predikat memuaskan. Selanjutnya, meningkatkan nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) menjadi 79,20 (BB).
“Berbagai capaian tersebut sesungguhnya merupakan hasil kerja kolektif kita bersama. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas komitmen serta dedikasi jajaran Kemenperin dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab di Kementerian Perindustrian,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam Town Hall Meeting Kemenperin dengan tema “Sinergi Reformasi Birokrasi dalam Membangun Sektor Industri” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menperin menyampaikan, performa industri manufaktur selama ini cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB yang mencapai 17,47% dan masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.
Kemudian, investasi di sektor manufaktur tetap sehat, penerimaan pajak yang cukup baik, ekspor dari industri manufaktur yang tetap terjaga presentasenya, serta penyerapan tenaga kerja yang juga terjaga baik.
Selain itu, juga dapat dilihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang sejak launching pada November 2022 tetap berada di level ekspansi, sejalan dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur yang selama 34 bulan berturut-turut hingga Juni 2024 juga ekspansi atau di atas angka 50.
Selanjutnya, World Bank merilis bahwa pada tahun 2023, Indonesia berhasil masuk di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added di dunia, dengan nilai Manufacturing Value Added (MVA) sebesar USD255 miliar.
Dengan posisi tersebut, Indonesia jauh mengungguli negara Asean lainnya, seperti Thailand dan Vietnam yang nilai MVA-nya hanya setengah dari nilai MVA Indonesia.
“Artinya, upaya yang selama ini telah dilakukan untuk menciptakan nilai tambah serta mendorong tumbuhnya pohon industri untuk menciptakan pendalaman serta pemerataan di sektor manufaktur telah terlihat bentuk dan hasilnya. Hal ini perlu terus didorong lebih jauh lagi untuk mengoptimalkan potensi yang kita miliki sebagai bangsa,” tegas Menperin.
Karenanya, untuk mewujudkan reformasi birokrasi di lingkungan Kemenperin, terdapat beberapa poin yang perlu diperhatikan bersama. Pertama, terobosan-terobosan untuk meningkatkan inovasi dan kreativitas di Kemenperin, terutama dalam meningkatkan pelayanan terhadap publik, khususnya bagi stakeholder industri.
Kedua, perlunya kolaborasi antar unit kerja di Kemenperin untuk mengantisipasi permasalahan serta menghasilkan kebijakan yang terbaik bagi industri. Ketiga, peningkatan kapasitas dan ketrampilan SDM melalui sistem yang sesuai dengan kebutuhan organisasi maupun pelayanan terhadap industri.
“Hal ini agar SDM Kemenperin bisa memiliki spesialisasi dan sertifikasi kepakaran tertentu baik melalui pelatihan maupun upgrading pendidikan,” jelas Agus.
Keempat, perencanaan yang baik, pelaksanaan yang terukur dan administrasi yang transparan dan jaminan akuntabilitas terhadap semua kegiatan dan kebijakan di Kemenperin.
Kelima, implementasi smart office dengan penguasaan dan penggunaan teknologi yang efektif dan efisien. Keenam, mempererat kerja sama dengan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kebijakan industri untuk dapat mengambil kebijakan yang cepat dan tepat sasaran, khususnya terkait pencapaian sasaran pertumbuhan industri.
“Selain itu, kami juga meminta agar unit-unit kerja Kemenperin terus melakukan pendalaman untuk meningkatkan pertumbuhan nilai tambah setiap sektor, pengembangan industri berbasis ekspor, serta penguatan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masing-masing jenis industri dalam rangka pengamanan pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor yang legal maupun ilegal,” jelas Menperin.
Ia menambahkan, masih dibutuhkan penguatan dan perbaikan bagi setiap pejabat maupun pegawai. Untuk itu, mutlak diperlukan komitmen pimpinan sebagai panutan pelaksana reformasi birokrasi di lingkungan Kemenperin.
Dalam kesempatan tersebut, Menperin dan para pejabat Eselon I di lingkungan Kemenperin menandatangani Komitmen Pimpinan dalam Internalisasi Budaya Kerja ASN Ber-AKHLAK.
“Kami mengharapkan core values ASN “Berakhlak” dapat terinternalisasi dengan baik, sehingga menumbuhkan etos untuk melaksanakan segala tugas secara profesional dan penuh tanggung jawab,” kata Menperin.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Eko S.A Cahyanto menjelaskan, pembinaan SDM di lingkungan Kemenperin perlu mendapat perhatian khusus guna mengimplementasikan visi “World Class Bureaucracy”. Penguatan dan perbaikan budaya kerja merupakan langkah strategis dan mendasar dalam upaya perbaikan pelaksanaan reformasi birokrasi.
Kemenperin telah melakukan beberapa kali penyesuaian dalam penerapan nilai dan budaya kerja. Dimulai pada 2009, Kemenperin menerapkan Budaya Kerja 5K, dan dilanjutkan dengan penerapan Budaya Kerja INSAN OKE yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 80 Tahun 2016.
Selaras dengan Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, Menteri Perindustrian dan para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di lingkungan Kementerian Perindustrian telah menyatakan komitmennya untuk menerapkan nilai yaitu Berorientasi Pelayanan Akuntabel Kompeten Harmonis Loyal Adaptif Kolaboratif (BerAKHLAK) yang masih sejalan dengan core values INSAN OKE.