Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mewujudkan aspirasi besar pada peta jalan Making Indonesia 40, yakni menjadikan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki perekenomian terkuat di dunia pada tahun 2030.
Berbagai upaya yang telah dijalankan, antara lain adalah menjalin kerja sama dengan negara-negara mitra strategis dalam mengakselerasi penerapan industri 4.0.
“Ada kepentingan besar dari Pemerintah Indonesia dalam Presidensi G20 tahun 2022 ini, yakni dengan mengusulkan isu industri masuk dalam Trade and Investment Working Group (TIWG) sehingga menjadi Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG),” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Eko S.A. Cahyanto pada acara media briefing TIIWG G20 di Jakarta, Sabtu (26/3).
Dirjen KPAII menjelaskan bahwa industri berperan penting dalam mendongkrak perekenomian di suatu negara. Misalnya di Indonesia, sektor industri memberikan kontribusi signfikan bagi capaian investasi serta perdagangan nasional.
“Oleh karena itu, kami ingin isu industri dibahas secara mendalam pada gelaran G20 kali ini guna memulihkan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan,” tuturnya.
Bahkan, sektor industri mempunyai kontribusi sebesar 15% terhadap GDP dunia, yang diantaranya disokong oleh negara-negara anggota G20.
“Maka itu, ketika Indonesia mengajukan jadi TIIWG, banyak negara yang mendukung, dan mereka sangat concern terhadap pentingnya isu sektor industri dibahas dalam gelaran G20,” imbuhnya.
Eko optimistis, melalui hajatan Presidensi G20 Indonesia, TIIWG akan menjadi forum penting sebagai sarana bagi negara anggota G20 untuk mendorong kerja sama membuat kebijakan yang efektif.
“Apalagi dengan adanya dampak pandemi Covid-19, yang mengakibatkan gangguan aktivitas ekonomi global, sehingga kita bisa bersama-sama untuk segera pulih dan bangkit kembali,” ungkapnya.
Menurut Eko, di balik efek pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih, ada satu hal yang dapat menjadi peluang atau dimanfaatkan dengan baik adalah penerapan digitalisasi di sektor industri. Melalui upaya transformasi digital, sektor industri mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas produknya secara lebih efisien sehingga turut mendongkrak daya saingnya.
“Kami yakin, sesuai aspirasi pada roadmap Making Indonesia 4.0, dengan penerapan digitalisasi akan menaikkan kembali kontribusi ekspor industri sebesar 10% dari nett ekspor PDB nasional seperti yang pernah dicapai pada akir tahun 90 dan 2000an. Selain itu, kami harapkan kegiatan RnD sektor industri juga semakin aktif untuk menciptakan inovasi dan meningkatkan daya saing,” paparnya.
Lebih lanjut, Indonesia punya potensi besar yang perlu dioptimalkan, yaitu adanya bonus demografi. “Kita semua punya tanggung jawab kepada generasi muda yang memerlukan lapangan pekerjaan dan fasilitas untuk meningkatkan kompetensi mereka,” tandasnya.
Eko menambahkan, kerja sama dalam mengakselerasi implementasi industri 4.0 antara negara-negara anggota G20 sangat penting karena memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing, mengurangi konsumsi energi dan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang tersedia di dunia.
“Hal ini dapat memberikan peluang yang signifikan bagi anggota G20 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekaligus menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan untuk mencapai tujuan SDGs,” ujarnya.
Eko menyampaikan, dalam banyak penelitian juga menunjukkan bahwa sektor manufaktur yang telah mengadopsi industri 4.0, mampu lebih tangguh dalam menghadapi krisis seperti dampak dari pandemi.
Oleh karena itu, percepatan implementasi industri 4.0 menjadi solusi industri untuk siap menghadapi krisis yang terjadi saat ini maupun pada masa mendatang.
“Pelaku industri dan sektor lainnya dapat merespons dengan cepat untuk melakukan transformasi digital dalam menghadapi dampak pandemi, karena kondisi pandemi Covid-19 justru mendorong industri untuk mempercepat penerapan industri 4.0 melalui transformasi digital dalam sistem produksi, peningkatan skill, inovasi dan kerja sama kemitraan dengan banyak pihak terkait,” jelasnya.
Di samping itu, melalui isu industri 4.0 yang diangkat dalam TIIWG G20, Kemenperin mendorong terjadinya percepatan transformasi digital dan inovasi di sektor industri baik dalam negeri maupun global yang dapat memberikan potensi untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas dan efisiensi industri.
“Kerja sama internasional akan memberikan manfaat strategis bagi Indonesia maupun negara-negara lainnya karena dapat menghasilkan strategi percepatan implementasi industri 4.0 dan memaksimalkan manfaatnya serta memitigasi dampak negatif dari perubahan teknologi,” pungkasnya.