Jurnalindustry.com – Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat kemandirian bahan baku susu dan kakao bagi industri melalui perbaikan sistem inbound material, termasuk digitalisasi dan kolaborasi erat dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika menyebut bahwa upaya digitalisasi telah diterapkan pada sektor susu, khususnya di tempat penerimaan, yang berhasil menurunkan kontaminasi secara signifikan dan menghasilkan standar kualitas tinggi bagi bahan baku susu nasional.
“Nah untuk susu ini, kita sudah masuk ke digitalisasi tempat penerimaan susu. Dan itu hasilnya cukup bagus karena kontaminannya dapat diturunkan luar biasa. Jadi, kita standarnya itu sudah sangat tinggi untuk yang sudah digitalisasi,” kata Putu di Jakarta (3/7).
Sementara itu di sektor kakao, Kemenperin menginisiasi program pembinaan bagi petani menjadi dokter kakao. Menurut Putu, hasil program Doktor Kakao menunjukkan peningkatan produksi dalam negeri dan pendapatan petani, serta memperluas jangkauan ke daerah seperti Poso, Aceh, dan rencana di Cianjur bersama Asosiasi Kakao Indonesia (ASKONDO).
“Jadi, komitmen yang sudah kita dapatkan karena hasil Doktor Kakao ini sangat bagus, jadi sekarang sudah bisa senyum karena kakaonya sudah makin meningkat sekian persen dari dalam negeri,” jelasnya.
Kemenperin mencatat, kebutuhan bahan baku industri nasional mencapai 300 ribu ton kakao dan 4 juta ton lebih untuk susu dalam per tahun, dengan pemenuhan domestic baru mencapai 50 persen kakao dan 20 persen untuk susu.
Sementara itu, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengungkapkan, permasalahan utama sektor industri makanan dan minuman (mamin) berada di sektor hulu, khususnya keterbatasan bahan baku yang menyebabkan sebagian harus diimpor untuk memenuhi tingginya permintaan eskpor.
Adapun, dua bahan baku utama yang masih banyak diimpor, yaitu kakao dan susu, yang menghadapi tantangan tersendiri akibat menurunnya produksi kakao dan sulitnya pengembangan sapi perah karena faktor iklim dan bibit.
“Oleh karena itu, pentingnya pelaku usaha agar mampu mengembangkan ketersediaan bahan baku dalam negeri, melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kemeterian, lembaga, serta perguruan tinggi,” kata Faisol Riza.