Jurnalindustry.com – Jakarta – Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyambut baik surat dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terkait laporan hasil akhir penyelidikan antidumping Pengenaan Bea Masuk Antidumping (BMAD) terhadap Impor Produk Ubin Keramik yg berasal dari Tiongkok.
Dalam hasil laporan yang dikeluarkan pada tanggal 2 Juli 2024 tersebut, terbukti benar ada tindakan dumping seperti yang dilaporkan oleh Asaki satu setengah tahun yang lalu.
Asaki menilai besaran BMAD mulai dari 100,12% – 155% untuk kelompok berkepentingan yang kooperatif dan 199% untuk mereka yang tidak kooperatif di dalam penyelidikan telah mencerminkan bentuk keadilan dan keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan industri keramik nasional yang sudah babak belur dihantam produk impor.
“Kami tidak anti keramik impor dari Tiongkok dan tidak melarang impor keramik dari Tiongkok, namun yang kami lawan adalah praktek Unfair Trade-nya yakni tindakan dumping yang disertai dengan Predatory Pricing yang merugikan industri keramik dalam negeri,” jelas Edy di Jakarta (3/7).
Langkah selanjutnya, Asaki memohon atensi dan gerak cepat dari Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan untuk segera mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) BMAD untuk produk ubin keramik impor dari Tiongkok.
“Karena sudah bisa dipastikan masa tenggang sejak dikeluarkan surat KADI tersebut sampai dikeluarkannya PMK BMAD akan dimanfaatkan oleh Importir untuk melakukan importasi secara massif guna menghindari bea masuk yang baru,” katanya.
Selain itu, Asaki meyakini semakin cepat diberlakukan PMK BMAD tersebut akan mendongkrak kembali tingkat utilisasi produksi yang pada semester I-2024 jatuh ke angka 63%, dimana tahun lalu berada di 69%, dan tahun 2022 di angka 75%.
“Semoga kehadiran Antidumping bisa mengembalikan industri keramik ke era kejayaannya di tahun 2012-2014 dimana tingkat utilisasi berada di atas 90%,” ucapnya.
“Dengan adanya BMAD tersebut akan memberikan kesempatan bagi industri keramik nasional untuk berkompetisi di ‘the same level of playing field’,” tambah Edy.
Dijelaskan Edy, kehadiran BMAD juga akan mempercepat masuknya investasi baru dan penyerapan tenaga kerja baru di mana beberapa pelaku utama importir telah melaporkan kepada Asaki untuk membangun pabrik keramik di Indonesia seperti di Subang, Batang dan Kendal.
Dirinya mengungkapkan bahwa belajar dari pengalaman Amerika Serikat, negara Uni Eropa, Timur Tengah dan Mexico yang terlebih dahulu menerapkan antidumping terhadap produk impor dari Tiongkok seperti contohnya Amerika yang menerapkan BMAD 200%-400% diharapkan industri keramik nasional bisa pulih dan bangkit lebih cepat menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri.
Industri keramik nasional harus dipandang sebagai Industri strategis disamping padat modal juga menyerap lebih dari 150.000 pekerja dengan kapasitas produksi terpasang yang cukup besar sekitar 625jt m2/tahun dan saat ini berada di posisi 5 besar pemain keramik Dunia.
Industri keramik nasional yang telah bersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) rata-rata diatas 80%, selama ini terbukti telah mendukung keberlangsungan hidup dari ribuan perusahaan kecil dan menengah yang selama ini menjadi bagian supply chain dari industri keramik.
Asaki sangat mengapresiasi langkah penyelamatan industri keramik nasional melalui instrumen Tariff Barrier BMAD yg mana sesuai dengan aturan dan koridor WTO.
“Terima kasih Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian telah menyelamatkan industri keramik nasional dari praktek kecurangan alias Unfair Trade,” tutup Edy.