Jurnalindustry.com – Jakarta – Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menilai langkah yang dilakukan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memusnahkan produk keramik impor asal China yang tidak memenuhi ketentuan persyaratan pemerintah sudah sangat tepat.
Seperti diketahui, Mendag Zulkifli Hasan baru-baru ini menyita 4.565.598 pieces keramik impor yang disita tersebut nilainya mencapai Rp80 miliar. Jutaaan keramik impor yang disita tersebut selanjutnya akan dimusnahkan, karena tidak memiliki Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) SNI.
“Kami (Asaki) memandang langkah Mendag memusnahkan keramik impor yang tidak sesuai SNI sudah sangat tepat,” kata Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, langkah tersebut juga mencerminkan dukungan penuh dan keberpihakan pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkaitan dengan penerapan bea masuk yang tinggi untuk produk keramik impor sebagai upaya untuk ‘meng-counter’ praktek unfair business trade yang selama ini dikeluhkan industri keramik nasional.
Adapun, unfair trade yang telh terbukti berupa subsidi pemerintah Tiongkok, praktek dumping akibat overcapacity dan oversupply produk keramik Tiongkok, serta pengalihan pasar ekspor utama Tiongkok yang selama ini ditujukan untuk negara Uni Eropa, Timur Tengah, USA dan Amerika Utara telah dialihkan ke Indonesia pasca negara-negara tersebut menerapkan antidumping terhadap produk dari Tiongkok.
“Selain itu, para importir juga menerapkan predatory pricing, dimana sengaja menjual produk impor jauh dibawah biaya produksi keramik nasional,” ucap Edy.
Ditambahkan Edy, membanjirnya produk keramik impor memberikan dampak kerugian yang sangat besar bagi industri keramik nasional, terbukti dengan penurunan tingkat utilisasi produksi, serta defisit transaksi ekspor impor produk keramik senilai US$ 1,3 miliar dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
“Ini seharusnya tidak perlu terjadi, karena semua kebutuhan atau permintaan keramik nasional baik dari sisi volume kebutuhan maupun jenis keramik semua bisa terpenuhi oleh industri keramik nasional,” tegasnya.
Menurut Edy, seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih serius terhadap industri keramik nasional yang telah memberikan multiplier effect yang besar dengan bersertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) rata-rata diats 80% dan telah mendukung keberlangsungan hidup ribuan perusahaan kecil dan menengah yang menjadi bagia supply chain dari industri keramik.
Oleh karena itu, Asaki mendesak Kementerian Perdagangan melalui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk segera mengeluarkan hasil akhir penyelidikan antidumping terhadap keramik imporn asal Tiongkok.
“Ultimtum kami bulan Juni ini harus sudah keluar hasil akhir penyelidikan antidumping tersebut dengan besaran di atas 100%,” pungkas Edy.